Demokrat dan Ideologi Partai Politik di Indonesia
![]() |
Di negara-negara yang memiliki sistem multi partai tetapi terdapat dua
partai yang mendominasi, seperti Amerika (Republik & Demokrat) atau Inggris
(Buruh & Konservatif), setiap partai memiliki ideologi yang kontras satu
dengan yang lain. Sebagai contohnya,di bidang ekonomi, konstituen-konstituen
dan politisi-politisi yang terafiliasi dengan Partai Republik mendukung ekonomi
yang lebih berpusat pada sektor privat dan bebas (laizzez-fair), sementara anggota Partai
Demokrat percaya bahwa pemerintah memiliki peran besar dalam manajemen kapital.
Selain itu, dalam menanggapi masalah-masalah sosial, Partai Republik di Amerika
sangat bergantung pada ideologi konservatifnya, sementara Partai Demokrat
merujuk pada ideologi yang lebih liberal.
Berbeda dengan Amerika dan Inggris, di Indonesia yang juga menganut
sistem multi partai, beberapa partai utama (tidak mendominasi) yang akan tampil
di pemilu 2014, menganut ideologi yang sama, ideologi Pancasila, Pancasila
sebagai dasar Negara dijadikan ideologi partai lalu menciptakan visi dan misi
partai dari penjabarannya secara umum. Interpretasi Pancasila yang sangat umum
itu membuat partai-partai di Indonesia tidak mempunyai perbedaan ideologi yang
mencolok, seperti Partai Demokrat dengan Partai Golkar misalnya, atau antara ideologi
Partai Nasdem dengan Gerindra. Dampaknya tentu
membuat arah partai tak jelas dan sulit membedakan partai satu dengan yang
lain. Perbedaan ideologi yang sangat kontras akan terlihat pada partai
yang jelas-jelas menerapkan ideologi Agama, seperti Partai Keadilan Sejahtera
dan Partai Bulan Bintang yang menerapkan ideologi Islam dengan Partai Katolik
yang menerapkan ideologi Katolik.
Partai Demokrat sendiri pada awal pembentukannya menyatakan bahwa
ideologi partai mereka yaitu “Nasionalis-Religius”. Nasionalis-Religiusnya
partai Demokrat adalah intrepretasi dari Pancasila sebagai Dasar Negara, visi
dan misi Partai Demokrat adalah penjabarannya secara umum. Ideologi Partai
Demokrat ini bisa dibilang tidak ada bedanya dengan partai-partai sejenis lain.
Ini bukannlah ideologi yang tegas dan jelas, baik ideologi politiknya maupun
ideologi ekonominya, karena pengertian Nasionalis-Religius itu luas. ideologi ini, yang “katanya” dianut oleh Partai
Demokrat, tak lebih hanya sekedar aksesori, tidak menjadi acuan dalam tingkah
laku para elite dan dalam perjuangan politik partai bersangkutan, keberadaan
ideologi dan semboyan Nasionali-Religius di Demokrat hanya simbolis saja. Kalau
memang benar Partai Demokrat sungguh Komit pada “Nasionalis-Religius”-nya itu,
mengapa tidak tercermin dalam kebijakan Pemerintahan SBY, tingkah laku para
elite partai serta kebijakan di legislatif? Elite partai seharusnya melihat
kembali apakah ideologinya itu masih relevan atau tidak.
Kita juga dapat mengamati, bahwa apa yang saat ini
tengah terjadi di internal Partai Demokrat, memberikan pelajaran yang berharga
bagi bangsa kita. Partai yang lahir secara instant bukan dengan proses
pemikiran yang mendalam dan kesamaan ide yang melahirkan ideologi politik yang
solid, lalu menyuburkan pragmatisme yang menebarkan virus transaksional, baik
dielitnya maupun dikalangan pejabat dan legislatif, dan sangat mengandalkan
kekuatan modal dan ketokohan individu, pada akhirnya akan keropos dan hancur. Sebuah partai yang dilahirkan tanpa ideologi
yang jelas hanya akan menjadi tempat tinggal sementara bagi kader-kadernya dan
dengan mudah para kader-kadernya tersebut berpindah ke tempat tinggal yang lain
begitu melihat partainya tidak aman dan nyaman lagi untuk ditinggali.
Di masa sekarang, partai menjadi satu-satunya instrumen
yang bisa mengubah nasib orang yang tak jelas menjadi orang yang berkuasa. Ke
depan, jika partai-partai ini tak bisa membangun suatu ideologi yang solid dan
inklusif serta tak bisa mengurus kader-kadernya, dapat kita prediksikan bahwa
dalam Pemilu 2014 tidak akan terjadi perubahan apa-apa. Partai-partai politik
akan diisi oleh tokoh-tokoh individual yang bisa jadi lebih besar dari
partainya itu sendiri. Contohnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono dengan Partai
Demokrat-nya pada pemilihan presiden langsung tahun 2004 dan 2009 yang lalu.
Beberapa partai nasional yang ada sekarang, seperti
PDI-P, Golkar, PAN, PKB termasuk juga Partai Demokrat, dinilai terlalu
pragmatis, sehingga memungkinkan terjadinya deal-deal yang sangat tricky, yang
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan berkuasa, tentunya
mereka punya akses ke semua hal-hal yang bisa menambah sesuatu yang selama ini
diburu, yakni kekayaan. Partai-partai tersebut juga dinilai terlalu
oportunistis, sehingga yang ingin dicapai hanya jalan pintas untuk berkuasa.
Tak pelak memang, sesederhana itu politik di Indonesia sekarang ini.
Posting Komentar untuk "Demokrat dan Ideologi Partai Politik di Indonesia"
Berkomentar dengan santun dan baik. Utamakan akhlak.