Kesedihan Seorang Wanita Lulusan S3
![]() |
Sumber Google |
Tersebutlah seorang mahasiswi yang datang menemui dosennya,
ia menghampiri dosennya itu dengan wajah yang muram, lalu berkata,
"Pak, beasiswa Program Magister dan Doktor saya
lolos".
Hanya itu saja kata2 yang keluar dari mulutnya, tanpa diikuti
ekspresi apapun dari wajahnya, mengingat di luar sana berjuta - juta orang
memimpikan pencapaian ini. Dan sang dosen tertegun, kemudian dia berkata,
"Bagus dong dik, kamu bisa bikin bangga banyak orang,
dan itu merupakan jalan hidup yang sangat baik. Lalu apa yang membuat kamu
terlihat bimbang?”
Akhirnya mahasiswi itu bercerita kepada sang dosen,
"Pak, sekolah hingga S2 dan S3 merupakan cita-cita saya
sejak kecil, ini adalah mimpi saya, tidak terbayangkan rasa bahagia saya saat
memperoleh surat penerimaan beasiswa ini. Tapi pak, saya ini akhwat, saya
wanita, dan saya bahagia dengan keadaan ini. Saya tidak memiliki ambisi besar,
saya hanya senang belajar dan menemukan hal baru, tidak lebih. Saya akan dengan
sangat ikhlas jika saya menikah dan suami saya menyuruh saya untuk menjadi ibu
rumah tangga. Lalu dengan semua keadaan ini, apa saya masih harus sekolah? Saya
takut itu semua menjadi mubazir, karena mungkin ada hal lain yang lebih baik untuk
saya jalani.”
Pak dosen pun terdiam, semua cerita mahasiswinya adalah
logika ringan yang sangat masuk akal, dan dia tidak bisa disalahkan dengan
pikirannya. Dosen itu pun berfikir, memejamkan mata sejenak, menunggu Allah SWT
membukakan hatinya, memasukkan jawaban dari pertanyaan indah ini...
Dan jawaban itu datang kepadanya, masuk ke dalam idenya. Sang
dosen berkata seperti ini kepada mahasiswinya. "Dik, sekarang bertanyalah
kepada hati kecilmu, apa hati kecilmu masih menginginkan dirimu untuk melanjutkan
pendidikan ini hingga puncak nanti?"
Sang mahasiswi bingung, dia menunduk, tak terasa air mata
menetes dari kedua matanya, seakan dia merasakan konflik hati yang sangat besar
yang saling ingin meniadakan. Dosen itu melanjutkan nasihatnya. "Dik, saya
ingin bertanya kepadamu, kapan pertama kali engkau berhadapan dengan seorang S3
dan mendapat ilmu darinya?"
"Sejak saya kuliah di ITB, Pak," Jawab sang gadis.
Kemudian dosen itu melanjutkan ,"Ya dik, betul, saya pun
demikian, saya baru diajar oleh seorang lulusan S3 semenjak saya kuliah di
kampus ini. Tapi dik, coba kamu pikirkan, bahwa saat engkau memiliki anak, maka
orang pertama yang akan membelai rambut anakmu adalah seorang lulusan S3. Orang
yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi, dan sejak dia
mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang Doktor. Itulah
peranmu sebagai ibu nanti, apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya
anak manusia yang akan engkau lahirkan nanti."
Dan itulah jawaban Allah SWT melalui sang dosen tersebut.
Mahasiswi itu tersadar dari konflik panjangnya, dan ia tersenyum bahagia,
sangat bahagia, air matanya menjadi air mata haru, dan ia berdiri, mengucapkan
terima kasihnya kepada sang dosen, dan berkata,
"Pak, terima kasih, akan saya lanjutkan pendidikan ini
hingga tidak satupun puncak lagi yang menghalangi saya.”
25 komentar untuk "Kesedihan Seorang Wanita Lulusan S3"
Karena Akhwat itu adalah ia yang cerdas, berpengalaman, lembut hatinya, Rajin ibadahnya, dan Taat pada suaminya, Semoga Menjadi motivasi untuk diri saya sendiri dan semua pembaca,,, Aamiin...
Karena dapat dimungkinkan, tanpa gelar pun, dapat berbuat baik, sehingga arahnya mengerucut ke satu kata, kebijaksaan.
.beasiswa itu tidak boleh menikah,dengan alasan kalu menikah sudah tanggung jawab suami bukan tanggung jawab negara lagi,...
.kadang2 bikin hilang semangatnya utuk melanjutkan S2..
.mohon saranya...
saya masih merasa bahwa ilmu itu bukan hanya di cari di lingkungan kampus(formal)tapi masih banyak tempat untuk mencari ilmu. sebagai seorang wanita yahhhh ilmu rumah tangga bagaimana mengurus keluarga adalah lebih baik. jangan sampai gelar tinggi kerjaan prestise tapi keluarga terlantar
Berkomentar dengan santun dan baik. Utamakan akhlak.