Gelar Kebangsawanan Kerajaan dan Kesultanan Melayu di Sumatera Timur
Jata/ Lambang dan Bendera Kerajaan Padang |
Gelar
Kebangsawanan di Kerajaan Padang
Gelar ‘Marah’ adalah gelar
kebangsawanan Aceh yang telah ada sebelum pengaruh Islam. Prof. Dr. Snouck Hurgronje (1857-1936), seorang Islamolog sebagai arsitek
politik Islam Nederlandsch Indie, turut melakukan perubahan penulisan ejaan di
Aceh; Kata ‘Marah’ ditulis ‘Meurah’, kecuali di wilayah Gayo yang tetap mengeja
‘Marah’.
Sebut saja
contoh, Marah Silu yang merupakan pendiri Kerajaan Samudera Pasai. Contoh
lainnya adalah putra Sultan Iskandar Muda digelari dengan Meurah Pupok. Gelar Marah, yang berlaku di
kota Padang – Sumatera Barat, pesisir barat Minangkabau, yaitu Pariaman
juga memakai gelar yang berasal dari Aceh. Ketika Aceh menguasai pesisir barat
Minangkabau. Gelar Marah juga bisa kita temui pada nama putra-putra dari
Pendiri Kerajaan Padang, Tuanku Umar gelar Baginda Saleh Qamar, yaitu Marah Muhammad
Udin, Marah Sudin (Raja ke II Kerajaan Padang), Marah Alimaludin dan Marah
Adam.
Gelar ‘Raja’ berasal
dari kata rājan (bahasa Sanskerta), juga popular
di banyak tempat di Sumatera Timur. Gelar kebangsawanan yang disandang lelaki
ataupun wanita ini, bisa ditemukan di daerah Melayu, seperti Panai, Kualuh,
Bilah, Kota Pinang, dan lainnya. Gelar Raja juga dipakai di Kerajaan
Padang sebelum menggunakan gelar Tengku, sebut saja Raja Saladin dan Raja
Syahdewa (Raja ke III dan ke V Kerajaan Padang). Di masa Raja Tebing Pangeran
(Raja ke VII) sudah mulai dikenal sebutan Tengku, beliau dikenal juga dengan
nama Tengku Tebing Pangeran dan Tengku Melayu Tebing. Di masyarakat Simalungun
dan Batak juga mengenal sebutan Raja dengan fungsi yang beragam lagi.
“Tengku”adalah gelar kebangsawanan Melayu yang otomatis melekat
pada seorang laki-laki dan perempuan keturunan dari Sultan-Sultan dan para
Raja-Raja di Kerajaan Melayu. Tulisan “Tengku” di awal nama setiap orang Melayu
merupakan status yang menandakan kedudukannya dalam masyarakat adat Melayu. Gelar Tengku ini hanya bisa
didapat jikalau ayahnya juga bergelar Tengku. Sementara jika yang bergelar
Tengku hanya ibunya tetapi ayahnya tidak, maka gelar Tengku ini tidak bisa
disandang oleh anak mereka, kecuali menggunakan gelar Wan. Beberapa daerah yang menggunakan gelar ini adalah keturunan Raja
atau Sultan-sultan Kerajaan Melayu yang terletak di Semenanjung
Malaka, yaitu di Sumatera Timur yang bergaris pantai di Selat Malaka,
Riau, Malaysia, Pattani, Singapura; bahkan kini Melayu di Kalimantan juga menggunakannya.
Di Kerajaan Padang, gelar Tengku lebih popular
dipergunakan sejak Tengku Haji Muhammad Nurdin gelar Tengku Maharaja Muda Wazir
Negeri Padang (1870-1914). Setelah masa itu, gelar Marah berubah menjadi
Tengku, dan gelar Raja juga lebih popular menjadi Tengku pula hingga kini.
Di samping gelar Marah dan Raja yang
mengadaptasi menjadi Tengku, di Kerajaan Padang juga terdapat beberapa gelar
kebangsawanan lain, seperti Datuk dan Orang Kaya (OK).
“Datuk” berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu “datu” yang tersusun
dari kata da atau ra berarti yang mulia dan to artinya orang, berarti Datu atau
Datuk adalah Orang Yang
Dimuliakan. Di Kerajaan Padang
dan wilayah-wilayah Melayu di Sumatera Timur, gelar ini diperuntukkan bagi lelaki pembesar
sebagai kedudukan di bawah Tengku, atau pembesar di luar zuriat Tengku. Sebut
saja Datuk Bandar Kajum (Orang dari Raya yang di-Datuk-kan oleh Raja
Padang) dan Datuk Muhammad Ali Datuk Penggawa Negeri, anak dari Datuk Bandar
kajum. Di wilayah Batubara, gelar Datuk justru setingkat dengan Tengku.
“Orang Kaya (OK)” merupakan gelaran bagi anak lelaki
turunan Datuk yang tidak menjabat Datuk. Gelar ini juga pernah diperuntukkan
bagi seseorang yang berpengaruh, baik secara materi maupun marwah, contoh OK
Aliviah dan OK Bustami.
“Incik” atau disingkat “Cik” adalah
sebutan hormat bagi orang non-bangsawan baik laki-laki maupun perempuan yang
berkiprah di lingkungan kebangsawanan. Istilah ini juga sering diperuntukkan
bagi perempuan pacal (kebanyakan) yang menikah dengan golongan bangsawan.
“Wan” adalah gelar kebangsawanan sebagai tanda penghormatan kepada
pria dan wanita. Seorang yang ber-ibu-kan Tengku namun ber-ayah-kan orang kebanyakan,
juga boleh menyandang gelaran ini. Gelar Wan dalam sejarahnya, pertama
kali disandang oleh Cik Siti Wan Kembang (Ratu Kelantan 1610, ber-ibu-kan orang
Pahang). Di Kerajaan Padang, gelar Wan ditemukan pula untuk zuriat bangsawan
asal Negeri Pahang.
![]() |
Jata/ Lambang dan Bendera Kesultanan Serdang |
Gelar
Kebangsawanan di Kesultanan Serdang
Dalam lingkungan Kesultanan Serdang, terdapat
berbagai ragam sapaan dan panggilan yang terdiri dari berbagai golongan kata,
yang dalam hal ini termasuk gelar kerajaan, gelar adat (warisan), dan kata
ganti diri. Penggolongan ini berdasarkan penggolongan kata sapaan dalam
masyarakat. Kata sapaan dalam gelar kerajaan, gelar adat, dan kata ganti diri ialah
kata sapaan yang digunakan untuk menyapa seseorang yang dikaitkan peranannya di
dalam lembaga tersebut, atau suasana yang melatarbelakangi sesuatu peristiwa
dalam berkomunikasi. Pemakaian gelar kebangsawanan dalam lingkungan Kesultanan
Serdang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, seiring dengan perubahan
iklim politik dan pemerintahan.
Gelar Kebangsawanan yang digunakan pada masa
kesultanan adalah sebagai berikut:
- Raja yang berkuasa bergelar Sultan dengan sapaan Duli Yang Maha Mulia. (D.Y.M.M).
- Menteri Utama bergelar Perdana Menteri dengan sapaan Yang Teramat Mulia (Y.T.M).
- Penanggungjawab Keuangan Kesultanan bergelar Bendahara dengan sapaan Yang Teramat Mulia (Y.T.M)
- Putra Raja bergelar Putra Mahkota dengan sapaan Duli Yang Teramat Mulia (D.Y.T.M).
- Raja Kecil bergelar Datuk dengan sapaan yang dimuliakan (Y.D.)
- Jaksa (merangkap Kepala Polisi) bergelar temenggung dengan sapaan Yang Mulai (Y.M)
- Kepala Militer (angkatan laut dan darat) bergelar Laksamana dengan sapaan Yang Mulia (Y.M)
- Kepala Pelabuhan dan perdagangan bergelar syahbandar dengan sapaan Yang Mulia (Y.M)
- Kepala Agama bergelar Mufti dengan sapaan Yang Mulia (Y.M)
Gelar Kesultanan dan sapaan kebangsawanan yang
masih berlaku hingga saat ini adalah sebagai berikut:
- Tengku, gelar ini berhak digunakan oleh putra-putri dari sultan dan keturunannya dari laki-laki yaitu apabila ayahnya memakai nama Tengku maka anak-anaknya secara langsung berhak memakai gelar tesebut. Gelar, derajat, atau nama Tengku dipandang menjadi suatu gelar kebangsawanan yang mengambil nasab turunan dari ayah.
- Raja, gelar ini berhak digunakan oleh yang berketurunan dari negeri lain, bukan berasal dari keturunan Sultan. Misalnya, seperti penguasa dari negeri lain apabila kawin dengan seorang wanita dari keturunan Tengku, maka anak dari perkawinan itu berhak memakai nama Raja.
- Wan atau megat, gelar ini berhak digunakan oleh anak yang lahir dari perkawinan antara lelaki biasa dengan wanita keturunan Tengku, dan turun-temurunnya mengambil nasab dari ayah.
- Datuk, gelar ini berhak digunakan oleh para kepala daerah taklukan (urung). Keturunan laki-laki dari Datuk juga mempunyai hak menyandang gelar Datuk.
- Aja, gelar ini berhak digunakan oleh anak perempuan Datuk.
- Orang Kaya (OK), gelar ini berhak digunakan oleh orang yang diberi gelar oleh Raja dan anak Datuk.
Posting Komentar untuk "Gelar Kebangsawanan Kerajaan dan Kesultanan Melayu di Sumatera Timur"
Berkomentar dengan santun dan baik. Utamakan akhlak.