Raja Negeri Padang I dan Kerajaan Aceh
Raja Negeri Padang I adalah
Uleebalang dari Kerajaan Aceh
Oleh Tengku Muhammad Muhar Omtatok
Penuturan Sejarah berikut berasal
dari Tengku Muhammad Muhar Omtatok, puak melayu asal Luhak Tongkah Negeri
Padang. Beliau merupakan keturunan dari Tengku Sortia bin Tengku Haji Jamta
Melayu bin Tengku Tebing Pangeran (Raja Negeri Padang VII).
Sejarah Kerajaan Negeri Padang bisa dirunut dari Sejarah
Aceh
![]() |
Bendera Kerajaan Aceh Darussalam |
Banyak diturunkan pembesar kerajaan, misalnya Ulèëbalang
ke wilayah Sumatera bagian timur. Sebut saja dua bangsawan Aceh beserta
rombongan. Satu Ulèëbalang kelak menjadi zuriat Datuk Paduka Raja Batangkuis
Kesultanan Serdang, ialah Ulèëbalang Lumu. Sedang satu bangsawan belia mendarat
di Bandar Khalifah bernama Umar.
Tidak cukup menaklukkan Bandar Khalifah, Umar menyusuri pedalaman di hulu Raya. Saat
di hutan Tongkah, ia bertemu dengan rombongan Raja Tongkah ber-clan
Saragih yang sedang berburu
pelanduk. Sekarang Tongkah ini bernama Kampung Muslimin dekat Nagaraja
kecamatan Tapian Dolok (Perbatasan Serdang Bedagai dan Simalungun). Salak
anjing buruan tak berani menggigit Umar, karena Umar seperti mampu menundukkan
anjing menyalak. Raja itu terkagum-kagum melihat sosok Umar, lalu mengangkatnya
menjadi putera angkat, karena Raja yang sudah berumur itu belum memiliki keturunan.
Kota Tebing Tinggi Tempo Dulu
Sebagai anak dari ‘rumpun buluh’ (istilah lain untuk
menyebut anak yang diangkat bukan dari pemberian orang tua kandungnya langsung,
namun dianggap anak yang diutus Tuhan), kehadiran Umar ternyata membawa tuah,
istri raja akhirnya melahirkan. Anak yang dilahirkan tersebut dinamai Raja
Betuah Pinangsori. Demikian konon kabar hikayat.
Dada Mauraxa dan Tengku Luckman Sinar menulis, bahwa di
wilayah Tongkah ini, diketahui adanya puing-puing peninggalan zaman Hindu
purba, Rajanya pernah membantu temannya bernama Peresah untuk merebut tahta
Kerajaan Nagur (Kerajaan sezaman Aru).
Ringkas kisah, Umar akhirnya kembali melanjutkan
perjalanannya ke hilir. Menyusuri hutan Tongkah menuju wilayah Bajenis (kini
Kota Tebing Tinggi). Di wilayah yang berpadang di tempat tersebut, beliau
memulai membangun kekuasaan dengan gelar Baginda Saleh Qamar pada 1630. Inilah
awal berdirinya Kerajaan Padang, awal mula pemerintahan di Tebing Tinggi dan
sekitarnya. Beliau mangkat pada 1640.
"Meski Tuanku Umar gelar Baginda Umar Saleh Qamar
berdarah bangsawan Aceh yang kelak menurunkan zuriat Kemelayuan di Tebing
Tinggi, namun rasa terimakaih telah dianggap anak olek Raja Tongkah, menjadi ucapan dari mulut ke mulut bahwa zuriat Melayu
di Tebing Tinggi mengaku clan Saragih pula. Hal ini mungkin pula berunsur
politis, karena kekuasaan laskar Raya dan wilayah berhampiran dengan Kerajaan
Padang banyak dihuni orang Simalungun, hingga menyebut diri Saragih menjadi
proses pendekatan psikologis".
Oleh Tuan Ibnu Hibban dan
kawan-kawan
Penuturan Sejarah berikut berasal
dari Tim Penyusun, Tuan Ibnu Hibban dan kawan-kawan. Tuan Ibnu Hibban sendiri
adalah keturunan puak melayu asal Rantau Laban Negeri Padang, Tebing Tinggi.
Beliau juga merupakan keturunan garis lurus dari Tuanku Umar Baginda Saleh
(Raja Negeri Padang I).
Kesultanan Bandar Khalifah dan Raja Negeri
Padang I
Pada Abad ke XVI di Sumatera Timur terkenal dua buah
kerajaan, yaitu:
1. Kerajaan Aru di Teluk Aru kemudian pindah ke Deli Tua,
luasnya dari Tamiang sampai ke Sei Rokan; dan
2. Kerajaan Siak atau Gassip
![]() |
Lambang Kerajaan Siak |
Pada abad ke XVI Kerajaan Aru diserang Aceh, tepatnya
pada tahun 1522 semasa pemerintahan Sultan Ali Mukhayatsyah berkuasa, tetapi
pada tahun 1523 wilayah Aru diserang pula oleh Portugis dan tunduk padanya.
Tahun 1524 Aceh menyerang Portugis dengan bantuan Aru, sehingga Aru takluk dan
Portugis angkat kaki dari wilayah Aru. Terjadi beberapa kemelut di dalam Negeri
Aceh sendiri sehingga pengawasan ke daerah/ rantau takluknya berkurang, maka
Aru merdeka kembali.
Tahun1539 Kerajaan Aru tunduk kembali ke Aceh semasa Aceh
di bawah Pemerintahan Sultan Al-Kahhar, tetapi tahun 1540 Kerajaan Aru merdeka
kembali setelah dibantu Johor dan kemudian Kerajaan Aru direbut kembali oleh
Aceh dan Sultan Johor ditawan dan dibawa ke Aceh serta dibunuh pada tahun 1564.
Tahun 1612 Gojah Pahlawan, Panglima Pasukan Aceh menjadi
Yang Dipertuan Kerajaan Aru berkedudukan di Sunggal. Inilah Awal dari Kerajaan
Deli dan tunduk ke Aceh sampai tahun 1641. Tahun 1669 Kerajaan Deli tunduk pula
ke Siak, dan Siak tunduk ke Johor, berarti Deli menjadi jajahan Johor. Kemudian
tahun 1717 Siak merebut kemerdekaannya kembali dari Johor dan Johor
ditaklukkannya. Tetapi tahun 1722 Johor merdeka kembali dengan bantuan Bugis.
Sedangkan tahun 1854 Deli tunduk lagi ke Aceh yang daerah taklukannya dari
Tamiang sampai ke Rokan.
Demikianlah gambaran Kerajaan-Kerajaan di Sumatera Timur
ini, silih berganti tuan dan pada saat tertentu Kerajaan-Kerajaan tersebut
merdeka kembali, karena lemahnya pengawasan dari Kerajaan yang menaklukkannya.
Diantara dua Kerajaan yang disebutkan diatas ada juga
berdiri beberapa kerajaan kecil yang tidak begitu terkenal dan diantaranya
menjadi taklukan atau daerah takluk Kerajaan Besar tersebut. Salah satu
Kerajaan kecil itu terdapat sebuah Kerajaan yaitu Kesultanan Bandar Khalifah,
terletak di muara sungai padang, sebuah Bandar yang ramai tempat berlabuhnya
kapal, pencalang dan sekunar yang membawa barang dagangan dari dalam dan luar
negeri. Raja dari Kerajaan ini
berasal dari Kerajaan Aceh.
Asal-Muasal Kesultanan Bandar
Khalifah
Sebagai kita ketahui pada akhir abad
ke-15, di masa Sultan Aceh Musyaffar Syah, berhasil membangun sebuah kerajaan
besar dengan menggabungkan dua kerajaan, yaitu Kerajaan Makuta Alam dengan
Kerajaan Darul Qamar, sehingga menjadi sebuah Kerajaan besar dan kuat di ujung
Pulau Sumatera dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam.
Seorang dari keturunan Kerajaan
Darul Qamar bernama Baginda Saleh Qamar hijrah ke timur dengan kapal diiringi
oleh pengawal dan hulubalangnya. Setelah beberapa lama berlayar tibalah pada
sebuah muara sungai yang ramai dan letaknya sangat strategis, muara tersebut
adalah muara sungai padang, Baginda sangat berkenan akan keadaan itu serta
diperintahkannya agar kapal mudik menyusur sungai yang besar dan lebar itu,
kira-kira ½ jam kapal menyusur sungai, sampailah disebuah desa, yang menurut
Baginda Saleh Qamar sangat baik dijadikan tempat pemukiman. Kapal pun berlabuh
dan kepada pengawal dan pengiring beliau diperintahkan untuk membuka hutan dan
mendirikan pemukiman disebuah dataran dipinggir sungai itu.
Kedatangan Baginda ke daerah itu
dielu-elukan oleh penduduk setempat yang belum berapa banyak, apalagi Baginda
sangat ramah dan rendah hati serta sangat taat menjalankan syariat Agama Islam,
dimana-mana didirikan tempat-tempat untuk menuntut dan memperdalam Ilmu Agama
Islam. Rakyat secara spontan mengakui beliau sebagai Pemimpin dan Sultan dari
Bandar Khalifah.
Maka terjalinlah hubungan intim,
seperti hubungan di Kerajaan asal beliau, yaitu hubungan antara rakyat dan
umara dan ulama, yang saling mengisi serta hormat menghormati. Pemukiman ini lekas berkembang,
sehingga menjadi sebuah Kerajaan atau Bandar yang ramai dan makmur.
Baginda Saleh Qamar, Sultan
satu-satunya dari Kesultanan Bandar Khalifah meninggal dunia saat terjadi penyerangan
Kerajaan Siak ke Deli, dimakamkan di perkebunan besar Bandar Khalifah, diberi
nisan batu, pula makamnya dibina tinggi, sayangnya makam tsb tidak terpelihara
dengan baik dan kini tak nampak lagi bekas-bekasnya.
Selain menjadi Bandar yang ramai, Kerajaan ini menjadi
pusat penyebaran Agama Islam, dimana banyak terdapat Rumah Ibadah tempat
berkhalwat (suluk), yang dipimpin oleh Khalifah-Khalifah yaitu Kepala atau
pimpinan Agama. Itulah sebabnya Bandar ini dinamai Bandar Khalifah.
Sebagai Bandar perantara atau pelabuhan transit yang
memperdagangkan hasil hutan yaitu damar, rotan dan rempah-rempah, budak belian,
semuanya berasal dari Kerajaan Hulu atau Raya melalui Sungai Padang ditukar
dengan barang-barang perhiasan, pakaian dan garam. Tidaklah heran kita bahwa
Antara Kerajaan Raya di tanah Simalungun dengan Kerajaan Bandar Khalifah
terjalin ikatan persahabatan yang erat, karena perdagangan kedua kerajaan itu
saling menguntungkan dan yang satu dengan yang lainnya saling
berketergantungan.
Sewaktu Kerajaan Siak menyerang
Deli pada tahun 1619, tak dapat disangkal lagi Kesultanan Bandar Khalifah habis
tergilas dalam penyerangan itu. Untuk menyelamatkan keturunan seorang putera
kerajaan yang masih bayi bernama Umar, dititipkan secara rahasia sekali kepada
sahabat beliau Raja di hulu sungai padang. Raja Umar inilah menurut legenda
disebut anak buluh betung yang disalak anjing dan diberi marga Saragih Dasalak
oleh Raja di hulu sungai padang tersebut.
![]() |
Bendera dan Lambang Kerajaan Negeri Padang |
Setelah Raja Umar dewasa, sebagai
turunan darah “Bahari” beliau minta izin kepada ayah angkatnya untuk hilir
merantau ke laut dan mendirikan kampung, di satu tempat dataran rendah yang
dinamainya Bajenis. Di kampung inilah beliau menetap dan bertanam
berjenis-jenis tanaman dengan teratur yang luasnya berpadang-padang yang
akhirnya menjadi asal dari Kerajaan Negeri Padang dengan gelarnya Tuanku Umar
Baginda Saleh Qamar.
Kuli Cina Bekerja di Perkebunan Tebing Tinggi Milik Pribumi Tahun 1930an
Posting Komentar untuk "Raja Negeri Padang I dan Kerajaan Aceh"
Berkomentar dengan santun dan baik. Utamakan akhlak.